RESENSI FILM FREEDOM WRITERS Anak-anak Bermasalah pun Patut Dapat Pendidikan

Majalah OPINI

FREEDOM Writers merupakan film yang diangkat dari kisah nyata perjuangan seorang guru di wilayah New Port Beach, Amerika Serikat dalam membangkitkan kembali semangat anak-anak didiknya untuk belajar. Dikisahkan, Erin Gruwell, seorang wanita idealis berpendidikan tinggi, datang ke Woodrow Wilson High School sebagai guru Bahasa Inggris untuk kelas khusus anak-anak korban perkelahian antargeng rasial.  Misi Erin sangat mulia, ingin memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak bermasalah yang bahkan guru yang lebih berpengalaman pun enggan mengajar mereka.

Lihat pos aslinya 718 kata lagi

Kanda Festival

Travels on a Small Island

The Kanda matsuri was held in Tokyo on Sunday for the first time in four years. The main festival is held every odd numbered year but was not held in 2011 due to the earthquake that year so this year it made a welcome return. It is one of three the largest festivals in Japan and on the Sunday locals carry mikoshi, portable shrines, through the streets around the Kanda Myoujin Shrine.

Keeping a stern eye on things:

Kanda Matsuri 1

Getting things ready:

Kanda Matsuri 3

It’s all a bit much for some:

Kanda Matsuri 2

Some of the mikoshi are quite lavish:

Kanda Matsuri 6

Some are pulled on carts:

Kanda Matsuri 4

But most are hoisted onto shoulders:

Kanda Matsuri 8

Happi coat:

Kanda Matsuri 7

For young and old:

Kanda Matsuri 9

All the mikoshi go through the main shrine:

Kanda Matsuri 10

And are paraded in front of the main hall:

Kanda Matsuri 14

Kanda Matsuri 13

To receive a blessing:

Kanda Matsuri 12

Enjoying the show:

Kanda Matsuri 11

The mikoshi are then taken out to their local areas:

Kanda Matsuri 15

 

Lihat pos aslinya

Dalam Mihrab Rindu

Dalam Mihrab Rindu

 

Di ufuk gigilnya malam,

Sesekali kuukir namamu di atas sucinya kertas

Rangkaian kata demi kata kuukir jua

Membentuk bibir-bibir kerinduan

 

Sejuta kasih kuguratkan indah di keningmu

Membawaku tenggelam dalam rindu yang merajut mimpiku

 

Masih ingat dalam benakku saat kau cumbui pipiku

Begitu tulusnya kau rajutkan kasihmu untukku

Sungguhku tak berdaya saat kau bersanding

Dengan gelapnya malam

Ketika ku merengek-rengek

Meminta kau tuk menyusuiku

 

Bak derasnya air yang setia mengiringi indahnya hilir

Kupayungi kau dengan senandung doa

Oh Tuhan,

Ingin rasanya hadir

Secercik indah alisnya

Tuk temaniku dalam dunia fana ini

 

Jauh di seberang selat ini

Aku bersuluk dengan api kerinduan

Menanti aur yang kutanam

hingga betung-betung itu tumbuh semerbak

-In The Mother’s Day-

Tuhan, tidurkah Engkau?

Aku cemburu pada purnama yang setia menemani bintang

Aku cemburu pada awan yang setia selimuti langit

Aku cemburu pada matahari yang setia terangi bumi

Aku pun cemburu pada ombak yang setia menyapu bibir pantai

Tuhan, tidurkah Engkau?

Aku yang awam,

Tak mampu binasakan gejolak jiwa

Sepotong kenangan pun tak mampu buatku bangkit

Tuhan, tidurkah Engkau?

Di mana rahmat-Mu?

Aku menanti keadilan-Mu

 

Meratap Pilu

Kusandarkan bahu di atas telapak-telapak kumuh

Menahan luka di atas luka

Beribu hari kuseberangi hari yang penuh kebodohan ini

Aku bertanya pada angin

tak jua kau gumamkan

Tak bisakah kau bendung hati

tuk rajutkan kasihmu untukku?

Oh…

Menatapku pun kau tak mampu

Hanya ada secarik pilu menemaniku

Menanti betung-betung dari-Nya

Cirebon, 07 Desember 2011

Cirebon Kota Berintan

Cirebon? Di mana tuh? Pertanyaan itu yang selalu diucapkan teman-temanku pasca aku hijrah ke Cirebon. Ya, sebuah kota kecil di Pantai Utara Pulau Jawa, bagian timur Jawa Barat. Pantai? Sudah pasti terpikir dalam benak kalian: panas. Ya, begitulah kiranya! Pertama kali menginjakkan kaki di Kota Berintan ini, hawa mulai terasa berbeda. Matahari seakan berada sejengkal di atas kepalaku. Memang, kebanyakan dari mereka mengatakan kesan pertama berkunjung ke Cirebon selalu: panas. Oke! Tak jadi masalah. Bukan soal kepanasan dari kota ini yang akan kita bahas.
Kota Berintan ini memiliki banyak aset wisata. Bukan hanya aset wisatanya, Cirebon terkenal dengan budayanya. Tau nggak sih kenapa kota ini dijuluki Kota Berintan? 🙂 Ya, Bersih, Indah, Tertib dan Nyaman. Banyak julukan untuk kota ini, selain Berintan, kota ini juga dijuluki Kota Udang dan Kota Wali.
Kita bahas tempat wisata di sini dulu yuk.

1). Gua Sunyaragi

Walaupun kota ini terkenal dengan panasnya, Cirebon memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan kota lain di Jawa Barat. Salah satunya yaitu Gua Sunyaragi. Tepatnya di kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon dimana terdapat bangunan mirip candi yang disebut Gua Sunyaragi, atau Taman Air Sunyaragi, atau sering disebut sebagaii Tamansari Sunyaragi. Nama “Sunyaragi” berasal dari kata “sunya” yang artinya adalah sepi dan “ragi” yang berarti raga, keduanya adalah bahasa Sansekerta. Tujuan utama didirikannya gua tersebut adalah sebagai tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya. Gua Sunyaragi merupakan salah satu bagian dari keraton Pakungwati sekarang bernama keraton Kasepuhan.

Kompleks tamansari Sunyaragi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pesanggrahan dan bangunan gua. Bagian pesanggrahan dilengkapi dengan serambi, ruang tidur, kamar mandi, kamar rias, ruang ibadah dan dikelilingi oleh taman lengkap dengan kolam. Bangunan gua-gua berbentuk gunung-gunungan, dilengkapi terowongan penghubung bawah tanah dan saluran air. Bagian luar komplek aku bermotif batu karang dan awan. Pintu gerbang luar berbentuk candi bentar dan pintu dalamnya berbentuk paduraksa. Induk seluruh gua bernama Gua Peteng (Gua Gelap) yang digunakan untuk bersemadi. Selain itu ada Gua Pande Kemasan yang khusus digunakan untuk bengkel kerja pembuatan senjata sekaligus tempat penyimpanannya. Perbekalan dan makanan prajurit disimpan di Gua Pawon. Gua Pengawal yang berada di bagian bawah untuk tempat berjaga para pengawal. Saat Sultan menerima bawahan untuk bermufakat, digunakan Bangsal Jinem, akan tetapi kala Sultan beristirahat di Mande Beling. Sedang Gua Padang Ati (Hati Terang), khusus tempat bertapa para Sultan. Sejarah berdirinya gua Sunyaragi versi Caruban Nagari berdasarkan sumber tertulislah yang digunakan sebagai acuan para pemandu wisata gua Sunyaragi yaitu tahun 1703 Masehi untuk menerangkan tentang sejarah gua Sunyaragi karena sumber tertulis lebih memiliki bukti yang kuat daripada sumber-sumber lisan. Kompleks Sunyaragi dilahirkan lewat proses yang teramat panjang. Tempat ini beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan. Menurut buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon, Tamansari Gua Sunyaragi dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran Kararangen. Pangeran Kararangen adalah nama lain dari Pangeran Arya Carbon.
GuaSunyaragi.Cirebon
Gua Sunyaragi Cirebon
source: Wikipedia
2.  Keraton Kasepuhan

Keraton Kasepuhan adalah keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Makna di setiap sudut arsitektur keraton ini pun terkenal paling bersejarah. Halaman depan keraton ini dikelilingi tembok bata merah dan terdapat pendopo didalamnya.

Keraton Kasepuhan adalah kerajaan islam tempat para pendiri cirebon bertahta, disinilah pusat pemerintahan Kasultanan Cirebon berdiri.

Keraton ini memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan lukisan koleksi kerajaan. Salah satu koleksi yaitu kereta Singa Barong yang merupakan kereta kencana Sunan Gunung Jati. Kereta ini saat ini tidak lagi dipergunakan dan hanya dikeluarkan pada tiap 1 Syawal untuk dimandikan.

Bagian dalam keraton ini terdiri dari bangunan utama yang berwarna putih. Didalamnya terdapat ruang tamu, ruang tidur dan singgasana raja.

Sejarah

Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1452 oleh Pangeran Cakrabuana. Ia bersemayam di Dalem Agung Pakungwati, Cirebon. Keraton Kasepuhan dulunya bernama ‘Keraton Pakungwati. Sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia wafat pada tahun 1549 dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua. Nama beliau diabadikan dan dimuliakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.

Di depan Keraton Kesepuhan terdapat alun-alun yang pada waktu zaman dahulu bernama Alun-alun Sangkala Buana yang merupakan tempat latihan keprajuritan yang diadakan pada hari Sabtu atau istilahnya pada waktu itu adalah Saptonan. Dan di alun-alun inilah dahulunya dilaksanakan juga pentas perayaan Negara lalu juga sebagai tempat rakyat berdatangan ke alun-alun untuk memenuhi panggilan ataupun mendengarkan pengumuman dari Sultan. Di sebelah barat Keraton kasepuhan terdapat Masjid yang cukup megah hasil karya dari para wali yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Sedangkan di sebelah timur alun-alun dahulunya adalah tempat perekonomian yaitu pasarsekarang adalah pasar kesepuhan yang sangat terkenal dengan pocinya. Model bentuk Keraton yang menghadap utara dengan bangunan Masjid di sebelah barat dan pasar di sebelah timur dan alun-alun ditengahnya merupakan model-model Keraton pada masa itu terutama yang terletak di daerah pesisir. Bahkan sampai sekarang, model ini banyak diikuti oleh seluruh kabupaten/kota terutama di Jawa yaitu di depan gedung pemerintahan terdapat alun-alun dan di sebelah baratnya terdapat masjid.

Sebelum memasuki gerbang komplek Keraton Kasepuhan terdapat dua buah pendopo, di sebelah barat disebut Pancaratna yang dahulunya merupakan tempat berkumpulnya para punggawa Keraton, lurah atau pada zaman sekarang disebut pamong praja. Sedangkan pendopo sebelah timur disebut Pancaniti yang merupakan tempat para perwira keraton ketika diadakannya latihan keprajuritan di alun-alun.

Memasuki jalan kompleks Keraton di sebelah kiri terdapat bangunan yang cukup tinggi dengan tembok bata kokoh disekelilingnya. Bangunan ini bernama Siti Inggil atau dalam bahasa Cirebon sehari-harinya adalah lemah duwur yaitu tanah yang tinggi. Sesuai dengan namanya bangunan ini memang tinggi dan nampak seperti kompleks candi pada zaman Majapahit. Bangunan ini didirikan pada tahun 1529, pada masa pemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).

Di pelataran depan Siti Inggil terdapat meja batu berbentuk segi empat tempat bersantai. Bangunan ini merupakan bangunan tambahan yang dibuat pada tahun 1800-an. Siti Inggil memiliki dua gapura dengan motif bentar bergaya arsitek zaman Majapahit. Di sebelah utara bernama Gapura Adi sedangkan di sebelah selatan bernama Gapura Banteng. Dibawah Gapura Banteng ini terdapat Candra Sakala dengan tulisan Kuta Bata Tinata Banteng yang jika diartikan adalah tahun 1451.

Saka yang merupakan tahun pembuatannya (1451 saka = 1529 M). Tembok bagian utara komplek Siti Inggil masih asli sedangkan sebelah selatan sudah pernah mengalami pemugaran/renovasi. Di dinding tembok kompleks Siti Inggil terdapat piring-piring dan porslen-porslen yang berasal dari Eropa dan negeri Cina dengan tahun pembuatan 1745 M.

Di dalam kompleks Siti Inggil terdapat 5 bangunan tanpa dinding yang memiliki nama dan fungsi tersendiri. Bangunan utama yang terletak di tengah bernama Malang Semirang dengan jumlah tiang utama 6 buah yang melambangkan rukun iman dan jika dijumlahkan keseluruhan tiangnya berjumlah 20 buah yang melambangkan 20 sifat-sifat Allah SWT. Bangunan ini merupakan tempat sultan melihat latihan keprajuritan atau melihat pelaksanaan hukuman.

Bangunan di sebelah kiri bangunan utama bernama Pendawa Lima dengan jumlah tiang penyangga 5 buah yang melambangkan rukun islam. Bangunan ini tempat para pengawal pribadi sultan. Bangunan di sebelah kanan bangunan utama bernama Semar Tinandu dengan 2 buah tiang yang melambangkan Dua Kalimat Syahadat. Bangunan ini adalah tempat penasehat Sultan/Penghulu.

Di belakang bangunan utama bernama Mande Pangiring yang merupakan tempat para pengiring Sultan, sedangkan bangunan disebelah mande pangiring adalah Mande Karasemen, tempat ini merupakan tempat pengiring tetabuhan/gamelan. Di bangunan inilah sampai sekarang masih digunakan untuk membunyikan Gamelan Sekaten (Gong Sekati), gamelan ini hanya dibunyikan 2 kali dalam setahun yaitu pada saat Idul Fitri dan Idul Adha.

Selain 5 bangunan tanpa dinding terdapat juga semacam tugu batu yang bernama Lingga Yoni yang merupakan lambang dari kesuburan. Lingga berarti laki-laki dan Yoni berarti perempuan. Bangunan ini berasal dari budaya Hindu, dan di atas tembok sekeliling kompleks Siti Inggil ini terdapat Candi Laras untuk penyelaras dari kompleks Siti Inggil ini.

https://i0.wp.com/upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/16/Symbol_Keraton_Kasepuhan.jpg/300px-Symbol_Keraton_Kasepuhan.jpg

Keraton Kasepuhan

source: Potensi Wisata Kota Cirebon pada website resmi pemerintah provinsi Jawa Barat

3.  Keraton Kanoman

Keraton Kanoman adalah Kesultanan Cirebon, setelah berdiri Keraton Kanoman pada tahun 1678 M Kesultanan Cirebon terdiri dari Keraton Kasepuhan dan keraton Kanoman yang merupakan pemimpin dan wakilnya. Kebesaran Islam di Jawa Barat tidak lepas dari Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah orang yang bertanggung jawab menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, sehingga berbicara tentang Cirebon tidak akan lepas dari sosok Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

Keraton Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I pada sekitar tahun 1678 M. Keraton Kanoman masih taat memegang adat-istiadat dan pepakem, di antaranya melaksanakan tradisi Grebeg Syawal,seminggu setelah Idul Fitri dan berziarah ke makam leluhur, Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon Utara. Peninggalan-peninggalan bersejarah di Keraton Kanoman erat kaitannya dengan syiar agama Islam yang giat dilakukan Sunan Gunung Jati, yang juga dikenal dengan Syarif Hidayatullah.

Kompleks Keraton Kanoman yang mempunyai luas sekitar 6 hektar ini berlokasi di belakang pasar Di Kraton ini tinggal sultan ke dua belas yang bernama Raja Muhammad Emiruddin berserta keluarga. Kraton Kanoman merupakan komplek yang luas, yang terdiri dari bangunan kuno. salah satunya saung yang bernama bangsal witana yang merupakan cikal bakal Kraton yang luasnya hampir lima kali lapangan sepak bola.

Di keraton ini masih terdapat barang barang, seperti dua kereta bernama Paksi Naga Liman dan Jempana yang masih terawat baik dan tersimpan di museum. Bentuknya burak, yakni hewan yang dikendarai Nabi Muhammad ketika ia Isra Mi’raj. Tidak jauh dari kereta, terdapat bangsal Jinem, atau Pendopo untuk Menerima tamu, penobatan sultan dan pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Dan di bagian tengah Kraton terdapat kompleks bangunan bangunan bernama Siti Hinggil.

Hal yang menarik dari Keraton di Cirebon adalah adanya piring-piring porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Tak cuma di keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon. Dan yang tidak kalah penting dari Keraton di Cirebon adalah keraton selalu menghadap ke utara. Dan di halamannya ada patung macan sebagai lambang Prabu Siliwangi. Di depan keraton selalu ada alun alun untuk rakyat berkumpul dan pasar sebagai pusat perekonomian, di sebelah timur keraton selalu ada masjid.

Berkas:Keraton Kanoman Cirebon.jpg

This image was originally posted to Flickr by hellochris at http://flickr.com/photos/65459962@N00/4716958900

 

Indonesia, I Love You.

Tau Ludruk? Ya, kali ini saya akan membahas tentang kesenian dari Jawa Timur ini. Saya tertarik karena yang memainkan bukan wanita yang saya kira sebelumnya. Ludruk dimainkan oleh pria yang berdandan seperti wanita sungguhan. Pertanyaannya: kenapa tidak dimainkan saja oleh wanita? Jawabannya terletak di masa lalu. Saat Ludruk pertama kali dipentaskan, masyarakat setempat menilai tabu wanita yang tampil di atas panggung. Tradisi ini berlanjut hingga saat ini.

Nanochid1806

#Memoles wajah sebelum pentas. Banyak seniman Ludruk melakukan operasi estetik wajah, terutama di bagian hidung dan dagu.

Nanochid1808

#Wajah asli seniman Ludruk sebelum pentas

Nanochid1809

#Setelah dipoles. 🙂

 

Photo by: Diego Verges
#Jalan-jalan Travel in Style

Kahlil Gibran On Marriage

Image

You were born together, and together you shall be forevermore.
You shall be together when the white wings of death scatter your days.
Ay, you shall be together even in the silent memory of God.
But let there be spaces in your togetherness,
And let the winds of the heavens dance between you.

Love one another, but make not a bond of love:
Let it rather be a moving sea between the shores of your souls.
Fill each other’s cup but drink not from one cup.
Give one another of your bread but eat not from the same loaf
Sing and dance together and be joyous, but let each one of you be alone,
Even as the strings of a lute are alone though they quiver with the same music.

Give your hearts, but not into each other’s keeping.
For only the hand of Life can contain your hearts.
And stand together yet not too near together:
For the pillars of the temple stand apart,
And the oak tree and the cypress grow not in each other’s shadow.